GANTARI NEWS – Polemik sengketa tanah ratusan hektare di Desa Karangpapak, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi kini mulai ada titik terang.
Hal itu pasca digelarnya audiensi antara ahli waris dari keluarga almarhumah Eni dengan berbagai unsur dari pihak Pemerintah Kabupaten Sukabumi, pada Selasa, 14 November 2023.
Menurut Asda I, Dedi Chardiman, hal hal ini tentunya harus diurai dengan melibatkan semua unsur yang terkait.
“Alhamdulillah tadi hadir dari berbagai unsur, artinya ini akan kita laporkan ke pimpinan, kemudian tinggal menunggu arahannya,” kata Dedi kepada awak media, usai menggelar audiensi.
“Bagi saya ini sudah sangat ada jalan, yakni harus ditelusuri dari kaitan proses pemekarannya,” sambungnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan Kabupaten Sukabumi, Asep Syarif, dia mengungkapkan bahwa terkait dengan tanah kepemilikan ahli waris atas nama Berly Lesmana akan ditelusuri terlebih dulu dari awal mula proses pemekaran di Desa Karangpapak.
Pasalnya, menurut Asep bahwa proses pemekaran sekarang dengan dulu berbeda, pemekaran saat ini posisinya berdasarkan surat dari Pemda, sementara yang terdahulu itu dari SK Gubernur.
“Nah SK Gubernur ini nanti akan dilihat, kalau sudah ketemu pasti di situ ada catatan, bahwa itu aset Desa atau bukan,” terangnya.
Mudah mudahan pada pertemuan berikutnya setelah ditemukannya SK Gubernur itu akan menjadi titik terang, mana saja aset yang menjadi keberatan dari ahli waris almarhumah Ibu Eni.
“Jadi kuncinya itu, yakni SK Gubernur tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Berly Lesmana menuturkan bahwa berdasarkan keterangan keterangan yang dikemukakan dalam audiensi sudah mulai ada titik terang, sekalipun Kepala Desa Cimaja tidak bisa hadir untuk yang kesekian kalinya dan para pihak tidak membawa berkas data otentik.
“Alhamdulillah dipimpin oleh Asda I, yakni Pak Dedi Chardiman ini membuahkan hasil yang memang sedikit ada titik terang, dari mulai pihak Inspektorat, dan lain-lain akan terus membantu dengan membentuk tim, guna menelusuri beberapa aset termasuk aset Desa berdasarkan SK Gubernur itu,” ujarnya.
“Jangan sampai memang itu berkaitan dengan lahan kepemilikan yang notabene dalam surat segel dan lain-lain masuk ke dalam ploting kita,” tambah dia.
Bahkan menurut pihak BPN, lanjut Berly, bahwa kepemilikan buku Sertifikat milik ahli waris terbilang sangat antik saking tuanya, yaitu didaftarkan dan terbitan tahun 1978.
“Ini sangat antik,” katanya, menirukan gaya bahasa pihak BPN.
Menurut dia, pihak BPN pun bahkan tidak ada satu kata pun yang melemahkan bukti kepemilikan yang ditunjukan oleh ahli waris.
“Artinya dari mulai beberapa segel pembelian Tahun 1948, buku sertifikat, kutipan leter c dan sebagainya dianggap sudah sangat kuat,” tandasnya.
Untuk yang lainnya, kata Berly, sekalipun masyarakat ada yang masuk ke dalam ploting tanah adat milik almarhumah Ibu Eni, itu akan dihibahkan kepada masyarakat.
“Kami akan mulai dari beberapa lahan yang masih kosong,” ungkapnya.
Berly berharap, proses ini sebelum pemilu harus sudah selesai, karena khawatir ada pihak-pihak yang memperuncing masalah dengan memanfaatkan kondisi seperti ini, dan memanfaatkan opini masyarakat.
Sebab, lanjut dia, dengan masyarakat tidak ada masalah, bahkan kasihan terhadap masyarakat di beberapa wilayah di daerah Karangpapak mereka kesulitan melakukan sertifikasi karena hilangnya data.
“Salah satu bukti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Karangpapak ditolak, karena tidak ada kepastian hukum,” ungkapnya.
Jadi menurut dia, memang ini patut diluruskan terkait dengan risalah kepemilikan lahan tersebut.
“Tanah almarhumah Ibu Eni di sebagian yang ada di Karangpapak berdasarkan tujuh segel pembelian kurang lebih seluas 442 hektare,” ungkapnya.
“Dan Asda I mengatakan bila mana aset Dinas masuk di dalamnya berarti Pemkab harus bayar ke pemilik lahan,” pungkas Berly.***